Stasiun Padang Sibusuk, Merekam Ingatan Batu Bara dalam Dendang Kureta

by 8


2024-08-14 02:17:38
2

900x300

Begitulah Dendang Kureta. Dendang khas dari Nagari Padang Sibusuk ini menandakan pekik dan kepulan asap kereta api yang pernah singgah di sini, tepatnya di Stasiun Padang Sibusuk. Stasiun ini berdiri pada 1 Maret 1924 dan menjadi persinggahan kereta api pengangkut bata bara.

Dendang Kureta agaknya lahir dari ratap perasaian yang dibuai seseorang yang sibuk mengurusi perkeretaapian di Padang Sibusuk di masa itu. Dalam tutur cerita kolektif Padang Sibusuk pun juga demikian.

Lalu lalang perjalanan tambang batu bara Ombilin dalam lintasan rel kereta api sepanjang 155 kilometer dari kota arang ke kota pelabuhan terus digali. Pun ternyata di luar lintasan itu, tepatnya di lintasan yang menggantung ke arah timur (dari Stasiun Padang Sibusuk-Stasiun Tanjung Ampalu-Stasiun Muaro), juga telah menjadi persinggahan cerita batu bara Ombilin.

Stasiun Padang Sibusuk dengan Dendang Kureta menjadi memori akan persinggahan cerita tersebut. Stasiun ini menyimpan baik ingatan-ingatan tentang kereta api dan batu bara, tak hanya dari bertahannya dua bangunan lama (stasiun dan rumah tinggal petugas stasiun), tapi juga dari bertahannya keturunan pegawai rendah stasiun yang masih menempati rumah tinggal tersebut.

Mereka Ernawilis dan Liswarti. Kedua saudari itu merupakan anak dari Mandua Dula yang dulu menjadi pagawai randah alias petugas stasiun. Pada kegiatan Galanggang Arang WTBOS #5 Sijunjung yang digelar pada lokus Stasiun Padang Sibusuk, Jumat (26/7/2024), mereka berbagi cerita, melalui Storytelling Stasiun Padang Sibusuk.

Di naungan atap stasiun, tepatnya di pintu masuk penantian kereta api, menjadi saksi penceritaan mereka tentang memori kereta api yang pernah singgah di Stasiun Padang Sibusuk yang sudah berumur 100 tahun ini.

“Agaknya ingatan yang kami ingat lebih banyak sedihnya. Bapak dan kami hanya dirundung perasaian selama bapak menjalankan pekerjaannya sebagai pagawai randah di stasiun kereta api ini,” kata Ernawilis.

Bapaknya, Abdullah, bekerja sebagai Mandua Dula alias pemandu atau petugas kereta api di Stasiun Padang Sibusuk. Kata Ernawilis, bapaknya mulai bekerja sejak tahun 1950-an dan berhenti sekitar tahun 1970-an. Ada sekitar 20 tahunan Hasan mengabdi sebagai petugas stasiun sembari menjalani perasaian nasib untuk bertahan hidup.

Bagikan Ke: